New York, (ANTARA News) - Harga minyak mengalami "rally" (kenaikan panjang) Senin waktu setempat, atau Selasa pagi WIB, setelah kelompok militan menyerang saluran piapa Royal Dutch Shell di Nigeria, mendorong raksasa energi Inggris-Belanda ini mengurangi produksinya. Sebagaimana dilaporkan AFP, kontrak utama New York, minyak mentah jenis "light sweet" untuk pengiriman September, menguat 1,46 dolar AS menjadi ditutup pada 124,73 dolar AS per barrel. Di London, minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman September meningkat 1,32 dolar AS menjadi mantap pada 125,84 dolar AS per barrel. Kelompok pemberontak dari Gerakan untuk Pembebasan Delta Niger (MEND) yang mengklaim bahwa para penjuang MEND bersenjata berat telah menyerang dua saluran pipa di kawasan produksi minyak utama Nigeria di selatan negara bagian Rivers. Seorang juru bicara Shell mengkonfirmasikan kerusakan terjadi pada saluran pipa Kula, namun tidak mengkonfirmasikan klaim pemberontak atas serangan para saluran pipa kedua. Juru bicara Rainer Winzenried kepada AFP mengatakan bahwa salah satu saluran pipa telah terpengaruh oleh sebuah serangan dan perusahaan telah memutuskan untuk mengurangi bagian dari produksi guna menghindari kerusakan lebih lanjut terhadap lingkungan. Dia memberikan indikasi skala dari pengurangan produksinya. Kerusuhan di wilayah selatan yang kaya minyak telah mengurangi total produksi minyak Nigeria seperempatnya sejak Januari 2006. Nigeria adalah produsen minyak terbesar di Afrika, hingga diambilalih pada April oleh Angola, menurut data Organisasi Negara Pengekspor minyak (OPEC). Phil Flynn dari Alaron Trading menyatakan bahwa permintaan terhadap minyak mentah Nigeria tinggi karena minyaknya bagus dan mudah disuling. "Karena itu, berkurangnya pasokan minyak mentah Nigeria telah meningkatkan tekanan di apsar minyak dunia," kata Flynn. Harga minyak juga meningkat karena pasar mengikuti perkembangan perdebatan tentang program nuklir negara kaya minyak Iran. "Minyak mentah berjangka menguat di tengah keprihatinan geopolitik di Iran dan Nigeria," kata analis dari Sucden, Nimit Khamar. Presiden Republik Islami Mahmoud Ahmadinejad, Senin, mengatakan bahwa jika Amerika Serikat mengadopsi sebuah pendekatan baru yang sebenarnya terhadap negaranya, Teheran akan menanggapinya dalam sebuah jalan positif. Ahmadinejad berkomentar dalam sebuah wawancara televisi dengan NBC, setelah pada Sabtu ia mengatakan telah meningkatkan jumlah sentrifugal pengayaan uranium menjadi 6.000, dalam sebuah nuklirnya yang mendorong internasional meyerukan untuk sebuah pembekuan. Iran menyangkal sedang mengembangkan senjata nuklir, bersikukuh bahwa program nuklirnya dirancang untuk penyediaan energi mendatang di tengah berkembangnya jumlah penduduk. "Peristiwa ini (di Iran dan Nigeria) hanya mengingatkan para pelaku pasar bahwa risiko-risiko geopolitik masih ada dan berpotensi mengganggu pasokan minyak," tambah Khamar dari broker Sucden di London. Harga minyak telah melesat ke rekor tertinggi di atas 147 dolar AS per barrel pada 11 Juli, karena mata uang AS melemah dan memuncaknya ketegangan barat terhadap Iran. Harga minyak telah turun lebih dari 20 dolar AS di tengah kekhawatiran pelambatan ekonomi global yang dapat menekan permintaan energi, terutama di Amerika Serikat, konsumen minyak terbesar dunia. Namun demikian, harga minyak dapat jatuh menjadi antara 70 hingga 80 dalar AS per barrel, jika dolar AS menguat dan kekhawatiran atas Iran berkurang, kata Ketua OPEC Chakib Khelil pada Sabtu. Mata uang AS yang kuat akan mengurangi permintaan untuk barang-barang dalam denominasi dolar AS, karena menjadi lebih mahal untuk para pembeli yang memegang mata uang lemah.(*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008