Surabaya (ANTARA News) - Ibarat pertandingan sepakbola, hasil dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Timur tampaknya tidak seperti diduga sebelumnya. Awalnya, persaingan hanya terjadi antara pasangan Soenaryo-Ali Maschan Moesa (Salam) yang didukung Partai Golkar Jatim melawan pasangan Soekarwo-Saifullah Yusuf (KarSa) yang didukung PAN-Partai Demokrat. Soenaryo-Ali Maschan digadang-gadang karena keduanya dijagokan partai besar (Golkar), sedang Ali Maschan adalah mantan Ketua PWNU Jatim yang merupakan basis tradisional pemilih di Jatim. Sementara itu, Soekarwo adalah mantan Sekdaprov Jatim yang sudah 3-4 tahun berusaha menarik simpati kalangan pesantren dan birokrat di Jatim, sedang Saifullah Yusuf adalah Ketua Umum PP GP Ansor dan keponakan Gus Dur. Oleh karena itu, pasangan calon lainnya seperti Sutjipto-Ridwan Hisjam (SR yang didukung PDIP), Achmady-Suhartono (Achsan yang didukung PKB), dan Khofifah-Mudjiono (KaJi yang didukung PPP dan 12 parpol nonparlemen) tidak masuk kalkulasi. Apalagi, kemunculan Khofifah terjadi menjelang "injury time", namun "pemain baru" itu justru tampil mengejutkan, meski muncul hanya dua bulan sebelum hajatan digelar. Bahkan, kemunculan "pemain baru" itu cukup menyodok, karena berhasil memaksa Pilgub Jatim harus mengalami "perpanjangan waktu" untuk pemilihan putaran kedua. Hal itu terungkap dari data yang dirilis dalam "quick count" yang dilakukan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) pimpinan Denny JA PhD dan Lembaga Survei Independen (LSI) pimpinan Syaiful Mujani. "Pilgub Jatim dipastikan dua putaran, karena tak ada tokoh yang dominan hingga di atas 50 persen seperti di Bali atau Maluku," kata Direktur Riset LSI pimpinan Denny JA, Eka Kusmayadi, di sela-sela hitung cepat (quick count) di Surabaya, Rabu malam. Hasil "quick count" LSI pimpinan Denny JA untuk 400 TPS (tempat penghitungan suara) yang berakhir pukul 18.00 WIB mencatat pasangan Soekarwo - Saifullah Yusuf (KarSa) mendapatkan 26,58 persen suara, sedangkan pasangan Khofifah-Mudjiono dengan 24,83 persen. Posisi berikutnya, pasangan Sutjipto-Ridwan Hisjam dengan 21,27 persen suara, pasangan Soenarjo - Ali Maschan Moesa dengan 19,57 persen, dan pasangan Achmady-Suhartono dengan 7,75 persen. "Perolehan itu menunjukkan kami tak bisa menentukan pemenang untuk kedua kalinya setelah hal yang sama juga terjadi dalam Pilgub Kaltim," kata Eka Kusmayadi, didampingi peneliti LSI pimpinan Denny JA, Setia Darma. Hasil yang relatif sama juga dilansir LSI pimpinan Syaiful Mujani yakni Soekarwo-Saifullah Yusuf dengan 26,94 persen suara, Khofifah-Mudjiono dengan 25,41 persen, Sutjipto-Ridwan 20,90 persen, Soenarjo-Ali Maschan 18,85 persen, dan Achmady - Suhartono 7,90 persen. Penentu Putaran Kedua Pandangan itu juga diperkuat penghitungan cepat (quick count) versi Litbang Kompas dan radio Suara Surabaya, mengingat tidak ada satupun pasangan cagub/cawagub Jatim yang mampu meraih mayoritas 30 persen. Hasil penghitungan cepat yang diperoleh dari 397 Tempat Pemungutan Suara (TPS) dari 400 sampel TPS, pasangan Soekarwo-Saifullah Yusuf mengumpulkan 25,53 persen. Sementara itu, pasangan Khofifah Indar Parawansa - Mujiono 25,25 persen, Sutjipto-Ridwan Hisjam 22,18 persen, Soenaryo-Ali Maschan Moesa 19,44 persen, dan Achmady-Suhartono 7,57 persen. Hasil itu juga relatif mirip dengan penghitungan cepat yang dilakukan Pusat Studi Demokrasi dan HAM (PuSDeHAM) pimpin Muhammad Asfar MSi. PuSDeHAM mencatat Soekarwo-Saifullah Yusuf memperoleh 27,18 persen, Khofifah-Mudjiono 24,93 persen, Sutjipto-Ridwan Hisjam 21,36 persen, Soenaryo-Ali Maschan Moesa 18,74 persen, dan Achmady-Suhartono 7,78 persen. Dengan hasil itu, "pemain" yang ada di posisi ketiga tampaknya akan menjadi penentu "perpanjangan waktu" dalam Pilgub Jatim yang akan digelar pada dua bulan berikutnya. Hal itu dibenarkan pengamat NU Prof DR M Ali Haidar MA. Ia berpendapat PDIP tampaknya akan menjadi penentu dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jatim putaran kedua. "Kalau melihat hasil sementara tampaknya PDIP akan menjadi penentu siapa yang akan memenangkan Pilgub Jatim putaran kedua," katanya kepada ANTARA di Surabaya, Rabu malam. Menurut guru besar Universitas Negeri Surabaya (Unesa) yang juga pengamat pesantren itu, PDIP sangat mungkin akan merapat ke Khofifah dibanding Soekarwo. "Masalahnya, Soekarwo dan Saifullah Yusuf sangat mungkin dianggap sama-sama melukai PDIP, apalagi Khofifah juga mayoritas didukung partai politik berbasis nasionalis," katanya. Namun, katanya, PDIP sangat mungkin akan "jual mahal" kepada Khofifah dan bila Khofifah tak mencapai kesepakatan dengan PDIP, maka PDIP akan sangat mungkin akan golput. "Kalau suara NU, saya kira banyak yang ke Khofifah, karena perolehan suara Khofifah relatif berhimpitan dengan Soekarwo, padahal Khofifah hanya didukung partai-partai gurem," katanya. Kendati demikian, kemungkinan perpanjangan waktu agaknya masih harus menunggu keputusan resmi dari KPU Jatim pada 3-4 Agustus mendatang. "Kami belum bisa memastikan putaran kedua," kata Ketua KPU Jatim Drs Wahyudi Purnomo MPhil. (*)

Oleh Oleh Edy M Ya`kub
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008