Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah menyatakan siap membayar denda apabila sampai terjadi penundaan ekspor gas alam cair (liquified natural gas/LNG) dari Kilang Tanggguh, Papua. "Dari pada dijual murah, lebih baik kami bayar denda," kata Deputi Finansial dan Ekonomi Badan Pelaksana Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) Eddy Purwanto di Jakarta, Rabu. Menurut dia, denda penundaan sudah diatur dalam kontrak. "Kami akan membayar denda akibat penundaan sesuai kontrak," katanya. Pemerintah tengah mempertimbangkan tidak akan mengirim LNG Tangguh sebelum ada kenaikan harga atau harga masih di bawah harga kontrak memasok LNG ke dalam negeri. Pengiriman pertama LNG Tangguh dijadwalkan kuartal pertama 2009. Kontrak gas Tangguh ke tiga negara yakni Fujian, China, Korea Selatan, dan AS yang berkisar 3-4 dolar AS per MMBTU jauh di bawah harga domestik saat ini antara 5-6 dolar AS per MMBTU. Eddy mengatakan, formula revisi harga LNG Tangguh adalah tidak ada lagi batas atas ("ceiling price") dan akan diubah mengikuti harga minyak. Kepala BP Migas R Priyono mengatakan, kunci negosiasi harga Tangguh terletak di pembeli Fujian. "Kalau Fujian mau fleksibel, maka pembeli lain akan ikut," katanya. Menurut dia, revisi harga Tangguh akan berbasis keputusan Menteri Keuangan atau Menteri ESDM yang akan dikeluarkan dalam waktu dekat. Sebelumnya, BP Indonesia selaku kontraktor Tangguh tetap optimis pengapalan pertama LNG Tangguh tetap sesuai target yakni kuartal pertama 2009. "Meski ada beberapa informasi yang membingungkan, Tangguh masih tetap sesuai target," kata Wakil Direktur BP Indonesia Nico Kanter. Menurut dia, pihaknya terikat kontrak yang menyatakan pengapalan pertama mesti dilakukan kuartal pertama 2009. Meski optimis sesuai rencana, namun Nico belum mengetahui pengapalan pertama akan dikirim ke pembeli di negara mana, karena tergantung kontraknya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008