Kuching, (ANTARA News) - Kendati dipandang sebagai negara yang selalu bergolak di kawasan Timur Tengah, tidak berarti Palestina wanprestasi dalam bidang kebudayaan, khususnya musik. Terbukti dengan keterlibatan Trio Palestine pimpinan Adel Salameh, pemusik Palestina, dalam ajang festival tingkat dunia bertajuk "Rainforest World Music Festival" (RWMF) ke-11 di Sarawak Cultural Village, Santubong, Sarawak, Malaysia. Ajang musik yang masuk dalam kalender kegiatan pariwisata Malaysia 2008 itu digelar selama tiga hari (11-13/7) 2008 dan mengambil lokasi panggung di kaki bukit kawasan hutan hujan tropis yang menghijau di wilayah Santubong, Sarawak, Malaysia, 42 kilometer di sebelah timurlaut Kuching, ibukota negara bagian Sarawak. Adel Salameh tampil pada hari pertama dan kedua pertunjukan yakni Jumat dan Sabtu malam (11-12/7). Adel yang didampingi Azuria dan Ahmad menyajikan genre musik yang kental dengan atmosfir etnik dan tradisional Arab. Bersama Azuria dan Ahmad, Adel menggelitik jiwa pecinta musik dengan alunan rebana dan balalaika. Nada tinggi dan rendah alat musik petik Adel dipadu dengan tabuhan rebana Azura dan Ahmad sedemikian menghentak, mengalun dan memiriskan serta melahirkan ketenangan dan kebersihan perasaan. Petikan balalaika Adel Salameh mengajak angan penonton melambung, seolah-olah melayang menikmati suasana asli jazirah Arab. Padang pasir yang perkasa, oase yang menyejukkan, kopi Etiopia yang memuat orang kecanduan, api unggun yang mistis ditambah gairah sejumlah pria serta wanita menabuh rebana dan petikan balalaika, akordion maupun alat musik kontemporer lainnya, menjadikan musik Trio Palestine kental akan perjalanan sejarah dan makna kehidupan. Hujan deras sepanjang petang hingga malam yang mengguyur dua panggung Festival Rainforest, pada hari pertama pertunjukan, tidak menyurutkan keinginan penonton untuk terus menikmati alunan musik yang diperdengarkan Adel Salameh. Tanpa terasa penonton ikut menggoyangkan tangan dan kaki, menari mengikuti irama tabuhan rebana dan balalaika, mencari sesuatu dalam diri yang mendorong pada lahirnya hidup yang kental akan rasa keindahan, ketenangan, keseimbangan pemikiran dipadu dengan pandangan murni terhadap alam kehidupan. Pada malam kedua, musik Trio Palestine kembali mengaduk-aduk perasaan penonton yang padat memenuhi lapangan pentas. Suara Azuria yang meliuk-liuk dengan tarikan nafas yang panjang mampu menampilkan nada tinggi dan rendah tanpa kesalahan. Lantang suara Azuria juga mencipta ajakan untuk merenungkan lahirnya sebuah kehidupan yang lebih baik. Adel dan kedua rekannya menyajikan sejumlah lagu dan mengajak penonton terlibat menghasilkan bunyi-bunyian pewarna gelaran musiknya dengan bertepuk tangan dengan hitungan satu, dua, tiga, lima, tujuh, delapan. Tetes air hujan menambah lengkap paduan irama tepukan yang dihasilkan, riuh rendah dalam jarak yang terukur dan teratur. Di akhir penampilannya pada hari pertama, Adel Salameh berterimakasih kepada penonton yang rela berhujan-hujan dan tidak ciut nyali menyaksikan pertunjukannya dengan kaki berlumpur tebal di kaki. Pun demikian, dengan hari kedua, ucapan terimakasih dalam bahasa Inggris yang fasih mengalir lancar dari bibirnya disaksikan langit lokasi pertunjukan yang ditaburi bintang gemintang. Festival musik Rainforest merupakan kegiatan musik yang wajib dihadiri oleh para pecinta musik etnik kontemporer. Manajer Pemasaran Dewan Pariwisata Sarawak, Merry Wan Mering menyatakan dalam ajang tersebut semua instrumen musik, kerap tidak diduga pendengar musik, dipakai dalam menghasilkan bunyi-bunyian nada. Hasilnya adalah, lagu-lagu kontemporer yang dilahirkan dari alat musik tradisional seperti gendang, rebana, tifa, suling, bagpipe, akordion, terompet juga derap irama tepukan tangan, yodel, banyak dihasilkan dari panggung Festival Rainforest. Dalam kegiatan yang dikelola Dewan Pariwisata Sarawak itu disajikan juga berbagai genre musik mulai dari Celtic fusion, Socca, folk, Baul dan fusion oleh peserta Festival Rainforest ke-11 lainnya. Pemusik dunia yang tampil selain Adel Salameh, dalam ajang yang juga disaksikan Perdana Menteri Malaysia Abdullah Ahmad Badawi hingga selesai pada hari pertama itu, adalah New Rope String Band (Inggris), Yakande (Gambia/Guinea), Pinikpikan (Filipina), Ross Daly Quartet (Yunani), Fadomorse (Portugal), Kasai Masai (Congo), Hiroshi Motofuji (Jepang), Cholo Valderamma (Kolumbia), Oikyataan (India), Beltaine (Polandia), Anak Jati Bisaya Orkestra, Kani`d, Senida dan Tuku Kame (Malaysia), Sheldon Blackman dan The Love Circl(Trindidad & Tobago). Untuk tahun ini, Indonesia tidak menyertakan pesertanya dalam Festival Rainforest tersebut. Indonesia pernah menyertakan pemusiknya yakni kelompok Samba Sunda pada tahun 2003. Kendati demikian Indonesia tetap hadir melalui Rainforest World Crafts Bazaar 2008 hasil koordinasi Konsulat Jenderal RI di Kuching, Sarawak dan panitia Visit Indonesia Year 2008. Festival musik RWMF, pemenang penghargaan Heritage and Culture PATA dan UNESCO tahun 2007 ini karena mampu menggerakkan ekonomi setempat itu, dibandrol dengan harga tiket 90 Ringgit Malaysia (sekitar Rp270ribu) untuk dewasa dan 45 Ringgit Malaysia untuk anak-anak usia 3-12 tahun. Bila menghadiri ketiga waktu penyelenggaraan, tiket masuk dihargai 250 Ringgit Malaysia untuk dewasa dan 100 Ringgit Malaysia untuk anak-anak usia 3-12 tahun. Hingga Kamis (10/7), Panitia berhasil menjual 18 ribu tiket yang sebagian besar diborong pencinta musik dari luar negeri. Sedangkan pada tahun 2007, kegiatan festival musik ini mampu mendatangkan 30 ribu penonton per hari dan menghasilkan 16 juta Ringgit Malaysia (Rp26,8 miliar) bagi perekonomian setempat. Negara Bagian Sarawak, tempat berlangsungnya RWMF merupakan negara bagian terbesar dan terluas di Malaysia. Berbatasan dengan Pulau Kalimantan di selatan, Brunei dan Sabah di bagian utara, luas Sarawak mencapai 124.450 Km2. Sarawak memiliki 9 kabupaten dan beribukota di Kuching. Dua pertiga daratan Sarawak masih berupa hutan hujan tropis yang lebat dengan populasi penduduk 1,7 juta jiwa yang terdiri dari 23 suku asli. Ibukota Sarawak yakni Kuching hanya berpenduduk 600 ribu orang. Sepertiga populasi Sarawak berasal dari suku Iban dan etnis Cina. Melayu merupakan suku ketiga terbanyak setelah suku Bidayuh, Melanau dan Orang Ulu.(*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008