Ada sejumlah pasal yang multitafsir dalam RKUHP yang dikhawatirkan berpotensi menjadi persoalan apabila tidak dibahas lebih mendalam.
Purwokerto (ANTARA) - Pengamat kebijakan publik dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Dr. Slamet Rosyadi menyambut baik penundaan pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

"Perlu diapresiasi dan disambut baik, karena DPR sebagai wakil rakyat memang harus mendengarkan aspirasi rakyat," katanya di Purwokerto, Rabu.

Dia mengatakan, dengan adanya penundaan pengesahan maka ada banyak waktu untuk melakukan pembahasan dan pengkajian ulang terhadap sejumlah pasal yang menuai pro dan kontra.

Baca juga: Massa kembali menyerang aparat dari arah Semanggi

Baca juga: Anies tanggung biaya perawatan 273 orang akibat demonstrasi

Baca juga: Meski RKUHP telah ditunda, mahasiswa Indramayu tetap demo DPRD


"Diharapkan dengan adanya penundaan ini maka ada waktu lebih banyak untuk mengkaji ulang sejumlah pasal pada RKUHP yang menuai kontroversi dan diharapkan dalam pembahasan selanjutnya dapat melibatkan elemen masyarakat," katanya.

Dia mengakui, ada sejumlah pasal yang multitafsir dalam RKUHP yang dikhawatirkan berpotensi menjadi persoalan apabila tidak dibahas lebih mendalam.

"Misalkan terkait pasal penghinaan terhadap presiden, selain itu juga terkait pasal soal gelandangan, karena itu menurut saya perlu dibahas kembali," katanya.

Sebelumnya, Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mengatakan penundaan pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), berlaku hingga waktu yang tidak ditentukan.

Bambang Soesatyo mengatakan lembaganya menunda pengesahan empat Rancangan Undang-Undang (RUU) menjadi UU seperti yang diminta Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu.

Keempat RUU tersebut adalah RUU KUHP dan RUU Lembaga Permasyarakatan, RUU Pertanahan dan RUU Minerba.

Pewarta: Wuryanti Puspitasari
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2019