Malang, (ANTARA News) - Terpidana mati, Sumiarsih (59) yang kini menjalani hari-hari terakhirnya di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Wanita Kelas II Sukun Malang mulai mendapatkan perhatian dan perlakuan khusus dilingkungan Lapas setempat. "Kami memang diperintahkan untuk memberikan perhatian dan pemantauan ekstra, karena dikhawatirkan Bu Sumiarsih mengalami shock, stres bahkan bunuh diri," kata Kalapas Kelas II Sukun, Entin Martini BcIP di Malang, Jumat. Selain pemantauan terhadap kondisi jiwa, katanya, pihaknya juga memperhatikan kesehatannya secara ekstra pula, namun sampai sejauh ini nenek satu cucu itu sehat-sehat saja dan tetap menjalani aktivitasnya membuat kerajinan maupun kegiatan kerohaniannya. Ia mengatakan, untuk aktivitas yang berhubungan dengan kerohanian, pihaknya juga telah memindahkan Sumiarsih ke Blok 5 kamar 8 bersama terpida lain yang satu kepercayaan (agama). Sebelumnya Sumiarsih menyatakan, dirinya tidak ingin meninggal dengan cara dieksekusi (ditembak), tetapi meninggal secara wajar seperti keluarganya yang lain termasuk suaminya, Djais Adi Prayitno yang meninggal karena sakit, meski juga dipenjara. Keinginan meninggal secara wajar di Lapas tersebut juga akan disampaikan secara resmi oleh pengacara Sumiarsih, Sutedja Djajasusmita, SH ke Depkum HAM. Sumiarsih bersama putranya Sugeng yang juga terpidana mati telah menjalani hukuman selama 20 tahun sejak divonis Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, karena telah terbukti melakukan pembunuhan berencana terhadap satu keluarga di Jln.Dukuh Kupang Timur 24 Surabaya tahun 1988. Selain Sumiarsih, yang divonis hukuman mati dalam kasus pembunuhan tersebut adalah Serda (Pol) Adi Saputro (menantu) yang sudah dieksekusi, Djais Adi Prayitno (suami) yang meninggal tahun 2001 karena sakit dan Sugeng (anak pertama). Korban pembunuhan tersebut adalah Letkol (Mar) Purwanto, Ny. Sumiarsih (istri Purwanto), Haryo Bismoko (anak), Haryo Budi Prasetyo (anak) dan Sumaryatun (keponakan Purwanto) dan mayat kelima korban itu dibuang ke jurang di kawasan Songgoriti-Batu. (*)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008