Shanghai, China (ANTARA) - Industri otomotif sukar mengelak dari revolusi teknologi menuju era kendaraan listrik dan otonom yang melibatkan banyak kolaborasi antarperusahaan dan mekanisme sistem produksi robotik, kata Michael Larsson Group Vice President Head of Robot System dari perusahaan teknologi asal Swiss ABB.

Michael Larsson dalam pertemuan "Dassault Systemes: Manufacturing in the Age of Experience" 17-18 September di Shanghai, China, memprediksi pada tahun 2030 terdapat lebih dari 50 persen kendaraan baru yang terjual di Asia. Ditambah hadirnya lebih dari 200 model kendaraan listrik dan hybrid dalam tiga tahun ke depan.

Selain itu, kata dia, mobil-mobil otonom (swakemudi) sudah mulai diuji coba oleh perusahaan teknologi. Sedangkan layanan ride sharing, seperti Uber, mengalami kemajuan yang mencapai titik impas bisnis dalam lima tahun belakangan.
 
Michael Larsson Group Vice President Head of Robot System ABB (ANTARA/Alviansyah P)


Michael Larsson menjelaskan, revolusi industri otomotif adalah gambaran besar dari lanskap industri yang berkelanjutan, dimana pabrikan kendaraan tidak bisa bekerja sendirian seperti di masa lalu.

Misalnya mobil listrik, perusahaan kendaraan konvensional tidak bisa berjalan sendiri, mereka membutuhkan kolaborasi dengan industri baterai, drivetrain listrik, dan produsen komponen pendukung lainnya.

Belum lagi integrasi dengan sistem pengisian daya, cloud, atau peta digital yang menjadi acuan bagi kendaraan otonom.

Dari sisi perakitan di pabrik, perusahaan otomotif juga harus mengubah strukur rangka kendaraan guna mengakomodir teknologi, misalnya menghilangkan tangki bahan bakar, kemudian menyiapkan ruang untuk baterai.

Para desainer muda juga mendapatkan panggung untuk berkreasi pada desain mobil terbaru yang terlihat futuristik, namun tidak boros dalam menggunakan material bahan baku.

Solusi robotik

Berkaitan dengan itu, ia kemudian memutar video yang menunjukkan penari balet berkolaborasi dengan robot. Penari dan robot digambarkan dapat bekerja berdampingan, saling mengisi gerak, dan menambah variasi gerak bagi penari.

"Mengapa saya menunjukkan video ini? Artinya, kami mau menunjukkan bahwa dalam mengembangkan teknologi, perlu membangun kolaborasi industri. Kami memastikan teknologinya aman, meningkatkan kualitas pada hasil. Itulah sesuatu yang sustainable," kata Michael Larsson, Kamis (19/9).

Michael melanjutkan bahwa perubahan industri otomotif terdampak langsung pada pabrikan yang mau-tidak-mau mengubah alat-alat produksinya untuk mengikuti tren pasar.

Untuk itu, ABB membuka pabrik baru di China atas dasar potensi pasar yang besar di Negeri Panda itu, salah satunya untuk menyediakan robot produksi bagi perusahaan otomotif.

China merupakan pasar mobil terbesar di dunia, menjual lebih dari 28 juta mobil pada 2018, mengacu data China Association of Automobile Manufacturers.
 
Data penjualan mobil di China (China Association of Automobile Manufacturers)
.

Ia berharap, kehadiran pabrik robot itu dapat membantu pabrikan otomotif dan manufaktur lainnya, agar lebih fleksibel dalam menangkap perubahan di masa depan. Artinya, sistem kerja robot dapat disesuaikan dengan kebutuhan pabrik, tanpa tidak perlu menambah fasilitas produksi yang memakan biaya.

Penggunaan teknologi cloud dan internet untuk semua pada robot manufaktur ABB juga memudahkan perusahaan dalam pemeriksaan terjadwal, evaluasi produksi, hingga merangkum data produksi, karena semuanya dikerjakan melalui sistem digital.

Terakhir, kata Michael Larsson, manufaktur yang menggunakan robot dapat menciptakan kinerja dan produksi yang konsisten, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan pelanggan dengan cepat.


Baca juga: Bekas insinyur Google dituduh bersekongkol curi rahasia mobil otonom

Baca juga: Huawei, Qilu akan bangun jalan raya khusus uji coba swakemudi

Baca juga: Teknologi otomatis pada mobil justru bikin jengkel pengemudi
Pewarta:
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2019