Yogyakarta (ANTARA News) - Indonesia adalah negara yang kaya sumber daya alam terutama sektor pertambangan dan energi, seperti minyak bumi, gas alam, tembaga dan juga emas, namun sebagian besar potensi tersebut tidak dinikmati secara penuh untuk kesejahteraan rakyat Indonesia. "Yang terjadi justru lebih banyak dinikmati oleh kelompok pengusaha asing," kata anggota Komisi VII DPR RI, Tjatur Sapto Edy di Yogyakarta, Senin. Lebih memprihatinkan lagi, kata dia, dugaan korupsi di bidang minyak dan gas bumi jarang disentuh. "Karena itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu kembali meneliti berbagai kontrak karya migas dan pertambangan selain melakukan inspeksi ke lapangan," katanya. Beberapa hal yang mendasari pemikiran perlunya ditinjau kembali kontrak karya tersebut adalah kondisi yang terjadi di Blok Cepu. Blok Cepu yang pada awalnya ditemukan oleh orang Indonesia, saat ini justru dikuasai oleh Exxon Mobil. "Selain itu, terdapat kontrak gas di Papua yang dijual dengan harga yang sama selama kurang lebih 25 tahun. Dengan kondisi itu, Indonesia diperkirakan mengalami kerugian sebesar 35 miliar dolar AS," katanya. Kondisi yang hampir sama juga terjadi di Freeport yang memberikan pemasukan sebesar 1,6 miliar dolar AS kepada Indonesia. "Tetapi, setelah dicek ke Bea Cukai, ada fasilitas bebas bea masuk yang diberikan ke Freeport dengan total sebesar 1,3 miliar dolar AS, jadi Indonesia hanya memperoleh sedikit sekali," katanya. Dominasi perusahaan asing di Indonesia yang mengelola sektor pertambangan adalah sebesar 81-87 persen, sedangkan Pertamina hanya memproduksi 13-15 persen. "Padahal Indonesia bisa melakukan pengolahan hasil sumber daya alam tersebut secara mandiri, sehingga tidak perlu menjualnya dalam bentuk bahan baku karena tidak akan memiliki nilai tambah," katanya.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008