Jakarta (ANTARA News) - Mantan Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung), M. Salim, mengatakan, Jaksa Agung Hendarman Supandji dan Wakil Jaksa Agung Muchtar Arifin, mengetahui skenario penangkapan Artalyta Suryani, terdakwa pemberi uang 660 ribu dolar AS kepada jaksa Urip Tri Gunawan. Salim mengatakan hal itu ketika bersaksi di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin, dalam perkara yang menjerat Artalyta Suryani. Urip tertangkap oleh petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2 Maret 2008 di kawasan Simprug, Jakarta Selatan. Beberapa saat setelah Urip tertangkap, Artalyta yang berada di dalam rumah di kawasan itu juga tertangkap oleh petugas KPK. Menurut Salim, Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) Wisnu Subroto memberitahu dirinya bahwa Urip Tri Gunawan telah tertangkap oleh petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Salim mengaku diperintah oleh Jamintel untuk menangkap Artalyta karena KPK belum menangkap wanita yang dikenal dekat dengan pengusaha Sjamsul Nursalim itu. Saat berbicara dengan Jamintel, kata Salim, Jamintel mengatakan perintah penangkapan itu sudah diketahui pimpinan. "Ya kalau pimpinan Jamintel ya Wakil Jaksa Agung dan Jaksa Agung," kata Salim menegaskan. Setelah menerima perintah dari Jamintel, Salim kemudian mengumpulkan beberapa jaksa di Bagian Pidana Khusus. "Kira-kira 11 orang berkumpul," katanya. Salim juga membenarkan dirinya menandatangani surat perintah penahanan terhadap Artalyta. Kemudian, tim Kejagung yang salah satunya dipimpin oleh Sidik Latuconsina meluncur ke Kawasan Simprug, lokasi Artalyta berada. Mereka berniat menangkap wanita itu. Salim mengaku tidak tahu persis apa yang dilakukan oleh tim, karena dia tidak berada di lokasi. Dia hanya menerima laporan bahwa akhirnya Artalyta ditangkap oleh petugas KPK. "Surat perintah tidak bisa dilaksanakan karena yang bersangkutan sudah ditangkap KPK," kata Salim menirukan laporan bawahannya. Sebelumnya, mantan Kasubdit Tindak Pidana Ekonomi dan Tindak Pidana Khusus Lainnya di Bagian Pidana Khusus Kejagung, Djoko Widodo mengatakan, tim Kejagung sempat berada di sekitar rumah Artalyta untuk melakukan penangkapan. Sesampainya di sekitar rumah Artalyta, Djoko dan tim Kejagung melihat sejumlah mobil dan orang yang diduga adalah petugas KPK. Bukannya segera melakukan penangkapan, menurut Djoko, tim Kejagung justru terus melaju dan berhenti agak jauh dari rumah Artalyta. "Kami koordinasi apakah akan koordinasi dengan KPK atau tidak," kata Djoko ketika bersaksi di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi. Menurut dia, akhirnya tim Kejagung tidak berkoordinasi dengan petugas KPK dan memutuskan untuk menunggu perkembangan. KUHAP dan UU KPK Hakim Andi Bachtiar mempertanyakan skenario Kejaksaan Agung untuk menangkap Artalyta, padahal Kejaksaan Agung belum mendapat kepastian apakah KPK benar-benar tidak akan menangkap Artalyta. Pada kenyataannya, KPK menangkap Artalyta. Di hadapan Salim pada saat sidang, hakim Andi Bachtiar mengatakan, skenario kejaksaan tersebut melanggar KUHAP jika didasarkan pada alasan KPK tidak menangkap Artalyta. Pasal 19 KUHAP menyatakan, upaya penahanan dalam tindak pidana dapat dilakukan dalam waktu 24 jam. Skenario Kejagung itu muncul dalam kurun waktu hanya sekitar dua jam setelah Urip tertangkap. Andi juga menegaskan, upaya kejaksaan itu bertentangan dengan pasal 50 ayat (3) dan (4) UU KPK. Ketentuan dalam pasal itu menyatakan, kepolisian dan Kejaksaan tidak boleh melakukan penyidikan terhadap perkara yang telah disidik oleh KPK. Selain itu, Kepolisian dan Kejaksaan harus segera menghentikan penyidikan jika KPK memulai penyidikan perkara yang semula ditangani Kepolisian atau Kejaksaan. Menanggapi peryataan Andi Bachtiar, Salim menegaskan dirinya adalah seorang bawahan yang hanya menjalankan perintah atasan.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008