Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah anggota DPR dari Panitia Anggaran (Panggar) DPR menganggap yield yang diambil pemerintah dalam lelang 3 seri obligasi global, yaitu Indo-14 sebesar 6,69 persen, Indo-18 7,27 persen, dan Indo-38 8,15 persen terlalu besar, meskipun berhasil mendatangkan dana segar sebesar 2,2 miliar dolar AS untuk pembiayaan defisit anggaran 2008. "Mengingat ekspektasi inflasi jangka panjang hanya sekitar 3 persen, maka bunga yang aman untuk obligasi tersebut paling tidak sekitar 2-3 persen di atas ekspektasi inflasi jangka panjang menjadi sekitar 5-6 persen saja," kata Wakil Ketua Panggar DPR RI Harry Azhar Azis di Jakarta, Kamis. Dia mengingatkan, pemerintah harus menjaga keseimbangan beban penerbitan obligasi dalam dan luar negeri. Sementara itu, Ketua Panggar DPR, Emir Moeis, mengatakan, besarnya yield yang diambil pemerintah itu mengindikasikan bahwa pemerintah saat ini sangat membutuhkan pembiayaan untuk menutupi defisit anggaran 2008 yang diproyeksi mencapai Rp82,3 triliun atau 1,8 persen dari PDB "Padahal bunga acuan The Fed kan masih 2,5 persen. Tapi ya mau bagaimana lagi?," katanya. Oleh karena itu, tambahnya, pemerintah benar-benar harus mempertanggungjawabkan kebijakan tersebut dengan menggunakan seefisien dan seoptimal mungkin dana segar yang diperoleh untuk memacu pertumbuhan ekonomi sehingga pemerintah bisa membayar kembali di kemudian hari. "Jangan sampai digunakan untuk kegiatan yang tidak prinsip hingga semakin menambah beban utang pemerintah. Kami akan awasi ketat penggunaannya," tegas Emir. Sebelumnya, pemerintah menyerap sekitar 2,2 miliar dolar As dari lelang kembali 3 seri global bond, yaitu Indo-14 yang jatuh tempo pada 2014, Indo-18 yang jatuh tempo pada 2018 dan Indo-38 yang jaruh tempo pada 2038. Pemerintah semula hanya akan menerbitkan obligasi global hingga 1,5 miliar dolar AS, namun ternyata permintaan pasar melonjak hingga mencapai 6 miliar dolar AS.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008