Jakarta (ANTARA News) - Lembaga riset Indonesia Developments Monitoring (IDM) menilai penjualan saham Singapore Telemedia Technologies (STT) di Indosat ke Qatar Telecom (QTel) disinyalir contoh yang kurang menguntungkan bagi investor di Indonesia, kata Direktur bidang Humas IDM M Rahman. Dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin, Rahman mengatakan, hengkangnya STT dari sektor telekomunikasi di Indonesia disinyalir contoh yang kurang baik perlakuan terhadap Investor asing. "Jika kita menengok ke belakang, STT adalah salah satu investor pertama yang masuk ke Indonesia pasca krisis moneter 1997," katanya. STT berinvestasi di Indosat dengan mengabaikan ketidakstabilan politik dan keamanan di Indonesia ketika itu serta proses divestasi Indosat dilakukan tak lama setelah meletusnya bom bali 2002 yang disinyalir mengakibatkan hengkangnya investor asing. "Kami menduga kasus STT ini akan berdampak negatif bagi masuknya investor ke Indonesia," katanya. Rahman menegaskan, jika dahulu masuknya STT tidak sekadar berlatar belakang bisnis namun juga dikarenakan kedekatan hubungan Indonesia dan Singapura, maka ke depan perusahaan-perusahaan dari negara-negara sahabat juga akan berpikir untuk tetap berinvestasi ke Indonesia. Menurut dia, penjualan 40,8 persen saham STT di Indosat ke Qatar Telecom beberapa hari yang lalu cukup mengejutkan karena sebelumnya hampir tidak ada tanda-tanda bahwa STT bakal melepas kepemilikan sahamnya di Indosat. "Dari segi bisnis, penjualan saham tersebut dipastikan tidak terlalu menguntungkan STT. Nilai investasi yang ditanamkan oleh sejak tahun 2002 tidak sebanding dengan harga 1,8 juta dolar AS yang dibayar oleh pihak Q Tel. Apalagi STT relatif belum lama mereguk keuntungan dari investasinya di Indosat," katanya. Rahman menduga penjualan saham STT di Indosat kepada Q Tel ini adalah dampak dari perlakuan yang diterima STT terkait vonis KPPU kepada Temasek Cs. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam keputusannya pada November 2007 lalu meminta Temasek (induk perusahaan STT) melepas 5 persen kepemilikannya di Indosat atau Telkomsel kepada penawar yang tidak memiliki afiliasi atau mengurangi kepemilikan hingga 50 persen di kedua operator tersebut. Pada kesempatan terpisah, KPPU menilai penjualan 40,8 persen saham Singapore Technologies Telemedia (STT) di PT Indosat Tbk kepada Qatar Telecom (Qtel) merupakan tindakan tidak beretika dan tidak menghormati proses hukum yang sedang berlangsung. "STT masih terlibat proses hukum di tingkat Mahkamah Agung, namun mereka (STT) menjual sahamnya. Ini sama halnya menginjak-injak harga diri KPPU, juga harga diri bangsa," kata Ketua KPPU Syamsul Maarif di Jakarta, Senin. Pada Jumat (6/6), Qtel mengumumkan telah membeli 40,8 persen saham Indosat melaui Asian Mobile Holding (AMH). Dalam struktur STT, AMH adalah pemilik Indonesia Communication Limited (ICL) yang tercatat sebagai pemegang saham Indosat. Pada perjanjian itu, Qtel membayar sebesar 2,4 miliar dolar Singapura atau 1,8 miliar dolar AS setara dengan Rp16,74 triliun. KPPU telah memutuskan bahwa Temasek, induk perusahaan STT, melanggar undang-undang anti monopoli dan meminta perusahaan investasi Singapura ini untuk melakukan divestasi kepemilikannya di Indosat atau di Telkomsel. Temasek secara tidak langsung menguasai 35 persen saham di Telkomsel melalui 56 persen kepemilikan sahamnya di unit Singapore Telecommunications Ltd (SingTel). Menurut Syamsul, sah atau tidaknya transaksi yang dilakukan STT diserahkan kepada MA. "Kasasi masih berlangsung, namun STT telah melakukan aksi korporasi. Tindakan ini akan kami jadikan memori kasasi yang diajukan pada 13 Juni 2008 sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan oleh majelis hakim," ujar Syamsul. Sementara itu, anggota KPPU Mohammad Iqbal menambahkan jika MA mengeluarkan keputusan yang menguatkan putusan PN Jakarta Pusat, KPPU akan langsung melakukan pengawasan pelaksanaannya. "KPPU akan langsung memeriksa Qatar Telecom dan lainnya. Jadi, jika pun pasar modal meloloskan transaksi tersebut, kami tidak akan melepaskan mereka semudah itu," tegas Iqbal. "Aksi korporasi itu jelas berlawanan dengan putusan kami atau PN Jakarta Pusat. Mereka melepas di atas 10 persen dan kepada pihak terafiliasi.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008